Pesan Moral Gunungan Katil, saat Tradisi Punggahan
Jumadi 21 Maret 2023
Batang - Tradisi
punggahan jelang Ramadan, begitu lekat bagi masyarakat Jawa, yang sarat makna
bahwa dalam menyambut bulan suci harus meningkatkan kadar iman agar khusyuk
dalam menjalankan serangkaian ibadah selama 30 hari.
Namun ada sisi unik
yang dalam tradisi punggahan yang dipraktikkan ribuan pelajar SMKN 1 Kandeman.
Salah satu gunungan unik yang menyita pandangan banyak mata, adalah Gunungan
Party.
Salah satu siswa
pemeran pocong, Tegar mengatakan, tema Gunungan Katil Party dipilih karena
momentumnya bertepatan dengan menjelang bulan suci Ramadan yang nuansanya
sangat lekat dengan para setan dan iblis dibelenggu selama sebulan penuh.
“Setan sama hantu itu
dipenjara, makanya Katil atau keranda mayat itu sebagai simbol pengingat bahwa
sebentar lagi kita akan memasuki bulan puasa, jadi harus bisa jaga sikap dengan
menjauhi hal dan perilaku yang bisa membatalkan puasa,” katanya, saat ditemui
di halaman SMKN 1 Kandeman, Kabupaten Batang, Selasa (21/3/2023).
Akbar siswa perancang
Gunungan Katil Party menyampaikan, ia bersama 4 rekannya menghabiskan biaya
sebesar Rp30 ribu untuk membuat keranda berbahan bambu dan puluhan makanan
kecil yang dihias pada Gunungan Katil Party.
“Buatnya sama
teman-teman sampai dua hari dua malam.
Sampai harus tidur dekat replika katil, supaya cepat selesai,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala
SMKN 1 Kandeman Agus Surono mengatakan, ada makna tersendiri dalam menyambut
datangnya bulan suci Ramadan, dengan menggelar tradisi punggahan mengandung
harapan agar kualitas ibadah umat muslim pun ikut meningkat dibandingkan
tahun-tahun sebelumnya.
“Anak-anak juga semakin
bersemangat menjalankan aktivitas ibadahnya. Dan yang tidak kalah pentingnya
adalah penerapan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), yang erat
kaitannya dengan hidup berdampingan bersama adat budaya dan menjaga kearifan
lokal agar tetap terjaga,” terangnya.
Sebanyak 37 gunungan
yang berbalut makanan ringan dari hasil kreasi 1.400 pelajar dan 1 gunungan
hasil bumi dari para guru itu, diarak di jalan desa sepanjang 5 kilometer. (MC
Batang, Jateng/Heri/Jumadi)